MAKALAH HUBUNGAN INTERNASIONAL TENTANG TEORI DALAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


MAKALAH
HUBUNGAN INTERNASIONAL
TENTANG

Teori Dalam Studi Hubungan Internasional

DOSEN PENGAMPU:

SAWALUDIN M. Pd

OLEH:

MUHAMAD AHLUN NASAR
(116130008)


PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMADIYAH MATARAM
2017




KATA PENGANTAR


                Allhamdulillah,puji syukur kita panjatkan kehadirat allah SWT.karena berkat rahmat dan izinya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
 Penulis mengucapakn terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman dan senior-senior serta semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak di jumpai kesalahan dan kekurangan ,baik dalam pengunaan bahas yang baik dan benar maupun dalam teknik penulisannya. untuk itu saran dan pendapat yang bermanfaat sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini .mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bermanfaat bagi kita semua.


Mataram, November 2017
     
Muhamad Ahlun Nazar












DAFTAR ISI

SAMPUL.............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.      Latar Belakang......................................................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
1.      Teorisasi studi HI..................................................................................................... 2
2.      Berbagai studi dalam studi HI................................................................................. 4
3.      Tipologi pembuatan teori kebijakan luar negeri....................................................... 6
4.      Pembuatan keputusan teori kebijakan luar Negeri sebagai pemecah masalah......... 8
5.      Model konseptual pembuatan keputusan politik................................................... 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 13
1.      Kesimpulan............................................................................................................ 13
2.      Saran...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 14









BAB I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Dalam perspektif sejarah disiplin studi hubungan internasional, paling tidak, ada dua kepentingan yang melatarbelakangi munculnya disiplin Hubungan Internasional pada tahun 1919 atau pasca Perang Dunia I. Pertama, kepentingan yang bersifat praktis, yaitu kepentingan yang berkaitan dengan suatu kepedulian untuk mempromosikan perdamaian dunia. Hal ini dilatarbelakangi oleh karena Perang Dunia I yang telah membawa trauma yang luas di benua Eropa, maka muncul kesadaran bagi pentingnya suatu penanganan serius untuk mencegah kemungkinan terjadinya perang pada skala global di masa-masa selanjutnya. Munculnya, suatu disiplin baru dirasakan penting untuk mencari dan menawarkan preskripsi bagi perdamaian dunia. Ketika itu, muncul suasana kebatinan dimana perang terjadi disebabkan oleh tidak adanya hubungan antar negara bangsa sehingga timbulah mispersepsi dan miskomunikasi.
Munculnya suasana kebatinan ketika itu untuk membentuk disiplin ilmu yang baru yang membahas tentang hubungan antar negara, yang didalamnya terdapat tata cara hubungan diplomatik dan konsuler, memfokuskan pada kerjasama internasional antar bangsa, dan upaya pemeliharaan perdamaian di dunia. tujuan itulah yang mendorong sekelompok ilmuwan di Inggris untuk merintis berdirinya Hubungan Internasional. Yang Menghasilkan teori-teori dalam ilmu Hubungan Internasional. Pengertian Teori sendiri adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi sedangkan perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya)
2.        Rumusan Masalah
1.  Apa Itu Teorisasi Studi Hubungan Internasional?
2. Apa saja Berbagai Teori dalam studi HI?
3. Maksud dari Tipelogi pembuatan Teori kbijakan luar negeri?
4. Bagaimana Pembuatan Keputusan politik luar negeri sebagai pemecah masalah?
5. dan Bagaimana Model Pembuatan Keputusan Politik luar Negeri?


BAB II
PEMBAHASAN
1.        TEORISASI STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Hubungan internasional memiliki instrumen-instrumen analisisnya yang disebut sebagai ”teori”. Teori dijadikan sebagai landasan pokok untuk memahami fenomena internasional yang dimaksudkan itu. ltu pun jikalau sejauh hubungan internasional dikonstruksikan sebagai kerangka bangunan di mana sifat internasionalnya itu sendiri dilihat sebagai suatu wacana studi yang sistematis oleh sebab itu sepatutnyalah dilakukan dengan arahan teori. lni merupakan sikap atau langkah atau upaya teorisasi mengenai makna dasar terhadap studi hubungan internasional (study of interstates relations) termasuk bidang studi yang sangat tua. Tua dikarenakan studi ini sudah dipelajari sejak masa-masa di Cina Kuno, India dan Yunani Klasik.
Dalam hubungan ini adalah hal yang berkenaan dengan menempatkan teori-teori politik internal kenegaraan ke dalam teori studi hubungan internasional sebelum Perang Dunia Pertama. Maka yang diartikan dengan teori dalam studi hubungan internasional, dilihat sebagai suatu pemikiran atau sebagai suatu renungan dalam tradisi mengenai hubungan-hubungan antar negara-negara (relations between states) suatu tradisi yang dilandasi oleh pemikiran mengenai negara, untuk menamai bagi 'teori‘ politik‘.Banyak terbit tulisan-tulisan pada masa itu memenuhi literatur politik yang memusatkan perhatiannya pada uraian-uraian konsep-konsep perdamaian dengan melalui pendekatan kesejarahan. Maka dissimpulkan bahwa studi hubungan internasional disederhanakan menjadt suatu studi yang mempelajari tentang perang dan perdamaian.
Sampai tahun 1914, teori-teori tentang hubungan internasional hampir semuanya berupaya menyeragamkan (uniformily) pandangan bahwa masyarakat internasional dalam struktur yang ada, tidak dapat diubah dan pembagian dunia ke dalam negara-negara berdaulat memang sangat diperlukan dan sifatnya alamiah. Dalam hal ini studi hubungan internasional hampir membentuk dirinya ke dalam formulasi sejarah dan masalah diplomasi, hukum internasional dan teori politik daripada dengan melakukan penelitian tentang proses munculnya berbagai pertikaian-pertikaian, persengketaan, konflik-konflik yang senantiasa bersifat internasional, namun daya gerak dan dorongan-dorongan terhadap perkembangan teori hubungan intemasional yang secara sungguh-sungguh adalah pada saat negara Amerika Serikat (AS) muncul sebagai negara adidaya (super power). Namun di dalamnya tercermin sifat dualismenya di dalam pelaksanaan politik luar negeri serta didukung oleh kecenderungannya terhadap kebijaksanaan isolasionisme selama tahun 1920-an dan 1930-an. Hal ini berakiba pada terhambatnya perkembangan teori hubungan intemasional sebagai suatu disiplin tersendiri (intelectual discipline).
Setelah usai Perang Dunia Pertama, yang dipandu oleh sejarahwan diplomasi, yang coba melihat dari segi-segi sebab/sumber konflik-konflik yang besar. Adalah misalnya, Carlton] Hayes, Essays on Nationalism, 1926; Hans Kohn, A History of Nasionalism In the Earth, 1929 dianggap sebagai penulis-penulis dalam kategori ini. Selanjutnya muncul pula penulis-penulis yang secara khusus menampilkan dirinya dalam sejumlah kawasan tertentu. Ada yang khusus membahasnya dari sisi atau aspek keamanan perang, perlucutan senjata. Namun jika dilihat dari satu sisi, bahwa kontribusi atas kehadir~ an beberapa buku-buku, telah pula memberikan gambaran bahwa perkembangan teori secara luas dalam studi hubungan internasional mulai menampakkan dirinya.
Pasca Perang Dunia Kedua, dalam mana bidang-bidang baru yang dikembangkan pada tahun 1930-an, terutama bidang studi tentang konflik kembali menjadi topik yang dipelajari secara lebih luas. Maka dengan demikian, penolakan terhadap konsep kelompok aliran pemikiran normatif melahirkan pemikiran alternatif yakni aliran pea mikiran realist (kelompok teoritis realis) pada gilirannya nanti, melahirkan paradigma baru yakni menekankan pentingnya faktor 'power’ dalam menentukaan dinamika hubungan internasional. Paradigma realis yang sempat mendominasi teorisasi hubungan intemasional selama kurang lebih dua dasawarsa, Pasca Perang Dunia Kedua dan ini rnerupakan manifestasi dari upaya yang Iebih menekankan pada pendekatan teoritis. Kaum realis, yang menonjolkan konsep power, dalam teorisasinya terdapat perbedaan yang sangat jauh dengan teori yang dikembangkan oleh kelompok idealis (normatif) dalam studi hubungan internasional.
Dalam periode perkembangan berikutnya teorisasi studi hubungan internasional menunjukkan upaya ke arah langkah-langkah metodologis internasional. Arah upaya yang dimaksudkan itu telah mulai dilakukan sejak tahun 1960-an dan 1970-an. Usaha ini mendapat tanggapan positif khususnya dari pihak pemerintah seperti yang dicontohkan dalam kerangka kerja ”thinks-tanks” RAND corporation dan juga tidak ketinggalan dari kalangan perguruan tinggi (IembagaIembaga penelitian) dan beberapa organisasi-organisasi perorangan memanfaatkan gagasan ini. Kemudian di sisi lain, terlihat semakin intensnya teknologi persenjataan strategis senantiasa berkaitan erat dengan perlombaan senjata strategis pula serta mengenai perlucutan senjata (disarmament).
Para sarjana telah memusatkan perhatiannya pada masalah yang berkenaan dengan perlombaan persenjataan, dengan mana telah terjadi perubahan polahubungan internasional (polarisasi); persekutuan-persekutuan diplomasi, percobaan integrasi regionalisme, dekolonisasi dan kebangkitan negara-negara di kawasan Asia-Afrika. Maka dalam kerangka penelitian terhadap studi hubungan internasional, senantiasa diarahkan kepada strategis psikologis, peranan politik luar negeri dan kebijaksanaan ekonomi internasional di dalam suasana konflikkonflik ideologis yang pada akhirnya melahirkan debat secara intensif di antara dua kelompok pemikiran yaitu antara idealis dan kelompok realist serta antara kelompok tradisionalist dengan behavioralist.
2.        BERBAGAI TEORI DALAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
Sebagai langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah yang berkaitan dengan terminologi/istilah teori. Kata teori, berasal dari bahasa Yunani yakni ”theoro” yang artinya, melihat kepada. Pengertian istilah teori seperti ini bagi pandangan ilmu politik dan hubungan internasional merujuk kepada rumusan bahwa teori itu adalah ”sistem generalisasi yang berdasarkan kepada penemuan empiris atau yang dapat diuji secara empiris” (Estephen L. Wasby, 1970, 62). Dalam hal ini, teori memberikan gambaran dalam generalisasi untuk menjelaskan apa yang terjadi. Teori senantiasa berkaitan erat dengan “pernyataan-pernyataan yang disebut hukum, yang satu sama Iain diekspresikan ke dalam variabel-variabel dengan berbagai sebutan terhadap sistem itu”. Teori juga sering menunjukkan kepada sejulah generalisasi yang secara teratur, sistematis dan sering berkaitan dengan deskripsi, analisis dan sintesa. Dan berbagai teori-teori dalam Hubungan internasional adalah sbb:
1.         Positivisme 
Dalam teori hubungan internasional adalah paham yang meyakini bahwa metodologi ilmu alam dapat membantu menjelaskan ilmu sosial.
Positivisme cenderung menciptakan pengetahuan yang didukung oleh tiga asumsi utama. Asumsi pertama adalah metodologi yang berlaku di dunia ilmiah dianggap juga bisa diterapkan di dunia non-ilmiah. Ini disebut kesatuan ilmu. Asumsi kedua adalah adanya batas antara nilai dan fakta, serta keyakinan bahwa fakta tetap netral dalam berbagai teori. Asumsi ketiga adalah lingkungan alamiah dan sosial memiliki kesamaan yang dapat diungkap oleh teori; proses yang digunakan ilmuwan ketika meneliti ilmu alam juga dapat digunakan pada ilmu sosial.
Dalam konteks hubungan internasional, para ahli memiliki pendekatan yang berbeda soal positivisme. Menurut John Locke dan David Hume, premis utama positivisme adalah sains harus didasarkan pada "nominalisme fenomenalis", artinya pernyataan tentang suatu fenomena yang dialami secara langsung dapat dikategorikan sebagai pengetahuan, sedangkan pernyataan yang tidak dapat dialami secara langsung tidak dapat dikategorikan sebagai pengetahuan.  
2.         Pascapositivisme 
dalam teori hubungan internasional mengacu pada teori-teori yang secara epistemologis menolak positivisme, pemikiran bahwa pengamatan ilmu alam secara empiris dapat diterapkan juga pada ilmu sosial.
Teori pascapositivis (atau reflektivis) HI berupaya mengintegrasikan berbagai permasalahan keamanan. Para pendukungnya berpendapat bahwa apabila HI mempelajari hubungan luar negeri, HI perlu menyertakan pelaku non-negara dan negara itu sendiri. Dari pada mempelajari politik tinggi sebuah negara, HI juga harus mempelajari politik dunia sehari-hari yang terdiri dari politik tinggi dan politik rendah. Isu-isu seperti gender (biasanya feminisme) dan etnisitas(misalnya pelaku tanpa negara seperti Kashmir atau Palestina) dapat dipermasalahkan dan dijadikan masalah keamanan internasional, melengkapi (bukan mengganti) permasalahan diplomasi dan perang yang menjadi ciri khas HI.
3.         Teori pascastrukturalis
Teori pascastrukturalis HI berkembang pada tahun 1980-an dari studi pascamodernis dalam ilmu politik. Pascastrukturalisme mempelajari dekonstruksi konsep-konsep yang secara tradisional tidak problematis dalam HI, seperti 'kekuasaan' dan 'lembaga' dan menguji bagaimana pembuatan konsep-konsep ini membentuk hubungan internasional. Pengujian 'narasi' memainkan peran penting dalam analisis pascastrukturalis, misalnya karya pascastrukturalisfeminis telah menguji peran bahwa 'wanita' turut berpartisipasi dalam masyarakat global dan bagaimana mereka dibangun dalam perang sebagai sosok 'tidak bersalah' dan 'warga sipil'.
Contoh-contoh penelitian pascapositivis meliputi:
1.    Feminisme (perang "gender")
HI feminis melihat bagaimana politik internasional memengaruhi dan dipengaruhi oleh pria dan wanita serta bagaimana konsep inti yang diterapkan dalam disiplin HI (e.g. perangkeamanan, dll.) memiliki gendernya masing-masing.
2.    Pascakolonialisme (menantang sifat eurosentrisme HI)
Pascakolonialisme atau studi pascakolonial adalah disiplin akademik dengan metode diskursus intelektual yang mempelajari, menjelaskan, dan menilai warisan budaya kolonialisme dan imperialisme serta dampak kemanusiaan dari penjajahan suatu negara dan permukiman pendatang yang bertujuan memanfaatkan penduduk pribumi dan tanahnya.
3.    Pascarealisme (berfokus pada teori HI sebagai retorika ilmiah dan politik)
Pascarealisme adalah sudut pandang teori hubungan internasional. Menurut pascarealisme, aktor-aktor global merupakan bagian dari aringan pikiran, tindakan, dan diskusi global. Pascarealisme berfokus pada diskusi, diskursus, dan perdebatan dalam pelaksanaan dan studi hubungan internasional.
3.        TlPOLOGI  PEMBUATAN TEORI  KEBIJAKAN  LUAR  NEGERl
Pengertian terhadap poiitik luar negeri tidak terlepas dari uraian tentang teori pembuatan kebijaksanaan/ keputusan luar negeri dan menjadi sentral daiam bagian ini. Untuk merumuskan berbagai kebijaksanaan luar negeri, kita mengenal ada tiga jenis tipologis keputusan atau kebijaksanaan luar negeri (Williams d. coplin, 1992, 32) yakni:
(a)    Kebijaksanaan luar negeri yang bersifat umum terdiri dari serangkaian keputusan yang diekspresikan dengan melalui pernyataan-pernyataan dan kebijaksanaan serta tindakan yangtidak secara Iangsung. Misalnya, ”politik pembendungan” (containment policy) Amerika Serikat (AS) pasca Perang Dunia Kedua yang meliputi pernyataan-pernyataan politik yang bersifat luas seperti pernyataan presiden, serta tindakan-tindakan khusus seperti perang Vietnam (konflik lndocina). Politik luar negeri semacam ini kebanyakan menyangkut pernyataan-pernyataan umum serta rencana-rencana yang lebih bersifat contingency (menjaga kemungkinan). Dan acapkaii pertanyaan-pertanyaan politik luar negeri tidak mengungkapkan sifat kebijaksanaan yang sebenarnya akan tetapi merupakan suatu cara yang sering digunakan dalam interaksi antarnegara. Misalnya pernyataan pol itik yang d i lontarkan oleh presiden Johnson yang mengimbau agar membantu Israel di Timur Tengah dan isi pernyataan tersebut tidak menunjukkan sifat indikatif untuk menerangkan sikap terhadap keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengambil tindakan militer secara Iangsung daiam menentang negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah tersebut, kendatipun pernyataan-pernyataan itu mengandung implikasi ke arah yang sama.
(b)   Sebagai tipe yang ke dua, terhadap keputusan luar negeri (politik adalah keputusan yang bersifat administrative) yang dibuat oieh anggota-anggota birokrasi pemerintah yang bertugas untuk melaksanakan hubungan luar negeri bagi negaranya. Dalam hal ini adalah Departemen Luar Negeri merupakan organisasr/ lembaga birokrasi negara; kendatipun ada badan-badan pemerintahan yang lain seperti dinas militer, dinas intehjen dan Departemen Perdagangan iuga sering teriibat dalam proses pengambilan keputusan-keputusan administratif yang selanjutnya memberikan pengaruh terhadap kebiiaksanaan politik luar negeri. Selain diambil dari para pejabat-pejabat pemerintahan yang lebih rendah, keputusan-keputusan administratif biasanya dibatasi oleh ruang-lingkup dan waktu yakni diambil dalam hubungannya dengan negara tertentu dalam masalah tertentu dan iangka waktu tenentu pula. Contohnya, diizinkannya mahasiswa asing belajar di indonesia, untuk tahun-tahun tertentu. lni merupakan keputusan administratif yang dibuat/diambil oieh birokrasi Depanernen Luar Negeri yang di dalam tingkatannya iebih rendah. Pada saat yang sarna, sifat hubungan maupun perbedaan antara kebijaksanaan administratif dapat dibuat ilustrasi dengan meialui kebijaksanaan politik luar negeri Amerika Serrkat (AS) mengenai masalah Berlin dan lerrnan Barat pada akhir tahun 1940-an dan tahun 1950-an. Kebiiaksanaan umum politik luar negeri Amerika Serikat (AS) dalam hai ini agaknya lebih bersifat 'politik pembendungan' yang ditujukan kepada ekspansi Uni Soviet (US) di Berlin dan Jerman Barat bahwa hal itu harus dicegah. Karena adanya kebiiaksanaan umum politik luar negeri Amerika Serikat (AS) tersebut, maka sejumlah keputusan-keputusan penting dan rinci harus dibuat khususnya yang menyangkut prosedur penentuan arus manusia dan barang yang melintasi perbatasan wilayah antara Berlin dan lennan Barat yang datang dari seluruh kawasan Eropa Timur. Tampaknya keputusan-keputusan administratif itu seolah-olah ditentukan oieh kebijaksanaan umum politik luar negeri suatu negara. Pemimpin poiitik dianggap bertugas untuk menentukan kebijaksanaan umum negara (A) terhadap negara (8) dan dalam hal tertentu, anggota-anggota birokrasi dianggap bertugas untuk melaksanakan keputusan-keputusan itu. Maka dalam kasus politik luar negeri Amerika Serikat (AS), di Berlin ‘dan Jerman Barat, akhir tahun 1960-an, menampakkan kebijaksanaan politik luar negeri umum; dan sebagian besar mengendalikan keputusan-keputusan administratif.
(c)    Tipologis kebijaksanaan politik luar negeri yang ketiga yakni berupa keputusan-keputusan yang bersifat krisis dan merupakan kombinasi (penggabungan) dari dua tipologis kebijaksanaan politik luar negeri terdahulu. keputusan-keputusan bersifat krisis bisa berdampak luas terhadap kebijaksanaan politik luar negeri yang bersifat umum suatu negara. kebijaksanaan politik luar negeri seperti itu, juga dapat menguatkan kebijaksanaan luar negeri yang sudah ada seperti yang terjadi pada saat Amerika Serikat melakukan intervensi dalam krisis lndocina 1960-an dan 1970-an. Keputusan-keputusan krisis juga menandai pergeseran politik luar negeri seperti yang terjadi di tahun 1950-an ketika itu Amerika Serikat mengubah orientasi politik luar negerinya terhadap kawasan Asia dalam hal ini mereka melakukan intervensi atas nama rakyat Korea Selatan. Keputusan krisis juga dapat diarahkan kepada situasi krisis meskipun efeknya menjangkau dunia internasional, seperti perampasan kapal dinas intelejensi Amerika Serikat, Pueblo, yang memasuki wilayah perarian Korea Selatan, oleh Korea Utara. Dalam masalah ini apa yang telah terjadi dalam kasus itu, bagi pandangan atau persepsi Amerika Serikat, (menlu Dean Rusk) sebagai ”kategori tidakan yang bisa ditafsirkan sebagai tindakan perang”. Keputusan krisis biasanya terbatas hanya pada beberapa negara yang terlibat langsung dan suatu tindakan yang bersifat temporer (sesaat saja).
4.        PEMBUATAN KEPUTUSAN POLITIK LUAR NEGERI SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH
Dalam rangka memahami perilaku pengambilan keputusan pol itik luar negeri, kita tidak hanya perlu menelaah persoalan-persoalan intelektual yang dihadapi oleh para pengambil keputusan politik luar negeri serta faktor-faktor psi kologis yang akan mempengaruhinya akan tetapi perlu juga memahami dampak latar belakang organisasional. Para pengambil keputusan politik luar negeri bekerja menurut serangkaian peran yang terorganisasi. Mungkin saja ia seorang Presiden, Perdana Menteri (PM), Menteri Luar Negeri (Menlu) atau mungkin saja ia termasuk saIah seorang penasihat pengambil keputusan tertinggi. Mungkin saja seseorang itu menduduki posisi yang rendah dalam birokrasi politik luar negeri umum, namun ia tetap dipengaruhi oleh struktur organisasional umum tempat di mana ia bekerja yakni dengan melaiui arus komunikasi dan interaksi sosial dalam organisasi itu.
Dalam bagian ini kita akan menelaah karakteristik umum tentang pembuatan/pengambilan keputusan-keputusan organisasional yang berskala besar serta dampak khusus faktor-faktor organisasional bagi pengambil/pembuat keputusan politik luar negeri yang terdiri dari (William D.Coplin,1980, 149-154):
a.       Penetapan Situasi (Defining Situation)
Sebagai salah satu fungsi birokrasi politik luar negeri adalah memberikan informasi tentang Iingkungan internasional bagi para pengambil/pembuat keputusan. Citra yang dimiliki pengambil/pembuat keputusan tetang Iingkungan internasional sampai pada taraf tertentu terbentuk dan dipelihara melalui informasi yang diberikan dengan melalui operasional dinas intelijen dalam birokrasi tersebut. Badan-badan yang dimaksudkan di sini adalah badan-badan yang memegang peranan yang penting dalam kaitannya dengan pengambilan/ pembuatan keputusan dalam konteks lingkungan internasional.
b.      Pemilihan Tujuan (Selecting Goals)
Pemilihan tujuan terhadap kebijaksanaan politik Iuar negeri tidak dipandang sebagai fungsi birokratik politik luar negeri yang sah. Di negara-negara yang memiliki sifat sistem politik yang demokrasi, dan bahkan yang secara teoritis para pemimpin politik yang mewakili aspirasi masyarakatnya adalah para wakil yang mengartikulasikan tujuan-tujuan politik luar negeri. Namun disebabkan karena birokrasi politik luar negeri membutuhkan tujuan-tujuan tersebut agar bisa menata aktivitasnya, maka birokrasi memainkan peranannya dalam pemilihan tujuan-tujuan tersebut.
c.       Pencarian Alternatif (Searching Alternatives)
Pencarian alternatif dalam kebijaksanaan politik luar negeri yang di dalam birokrasi politik luar negeri dibatasi oleh faktor-faktor yang beroperasi hampir di seluruh birokrasi yang berskala besar yang biasanya dilembagakan sesuai dengan beberapa garis fungsional. Hal ini dapat diartikan ke dalam unit-unit yang dirancang untuk mengulangi kondisi-kondisi lama. Secara umum, efek kecenderungan itu adalah agar organisasi yang berskala besar tadi lebih bersifat ”satisficting” ketimbang ‘memaksimalkan” pencarian alternatif secara sistematis dalam birokrasi politik luar negeri yang paling tidak harus berlangsung dalam kondisi yang kondusif. Oleh sebab itu, jarang diperoleh sumber-sumber yang diperlukan untuk menjajaki berbagai alternatif.
d.      Pemilihan Alternatif (Choosing Alternatives)
Birokrasi politik luar negeri yang biasanya memilih alternatif yang secara radikal tidak bertentangan dengan alternatif masa lalu dan masa yang akan datang yang tidak mengandung risiko tinggi. Anggota-anggota birokrasi ini relatif lebih lama menduduki posisi mereka dibanding dengan para pembuat atau pengambil keputusan di tingkat atas lainnya. Lamanya waktu itu menimbulkan ketegangan diantara para pengambil atau pembuat keputusan politik luar negeri yang bertujuan memeperkenalkan suatu kebijaksanaan yang sama sekall berbeda dengan anggota-anggota tetapi birokrasi yang memandang perubahan tersebut sebagai yang akan mengancam posisi mereka bila tidak mengimplikasikan kritik terhadap penampilannya. Hal ini pada umumnya berlaku dalam birokrasi politik luar negeri di mana sikap mereka menunjukkan bahwa yang bukan anggota birokrasi dianggap tidak memahami masalah yang sebenarnya.
Proses politik dalam pengertian pengambilan keputusan politik luar negeri pada permulaan diskusi tentang teoritisasi kebijaksanaan politik luar negeri, telah disinggung bahwa suatu keputusan senantiasa berkaitan erat dengan tindakan ”a choice among alternatives'. Pemilihan-pemilihan altematif-alternatif yang berdasarkan kepada proses psikologis-intelektualitas dalam mana, telah terjadi berbagai tindakan-tindakan yang mengarah kepada sifat kompetitif, konflikd konflik dan akomodasi kekuatan-kekuatan di Iingkungan eksternal.
5.        MODEL KONSEPTUAL PEMBUATAN KEPUTUSAN POLITIK LUAR NEGERI
Pembuatan keputusan (decision making) itu sendiri pada dasarnya adalah merupakan suatu proses, yang pada akhirnya akan berhadapan dengan tindakan pemilihan-pemilihan (choosings) ke dalam beberapa alternatif-alternatif untuk mencapai tujuan dari pembuatan keputusan tersebut. Proses pembuatan keputusan yang idealnya, lebih menekankan kepada cita-cita/gagasan, di mana keputusan tersebut merupakan keputusan yang dianggap sangat rasional sifatnya (the most rational decisions).
Teorisasi studi hubungan internasional yang khusus mempelajari kebijaksanaan politik luar negeri, dilakukan oleh Graham T. Allison. Dalam kaitan ini ia mengajukan tiga model konseptual untuk mendiskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri yang bersifat studi kasus dalam masalah krisis nuklir Kuba antara Amerika Serikat (AS) dengan Uni Soviet (US). (Graham T. Allison, 1971)
a.       Model I: Aktor Rasional
Dalam model ini politik luar negeri dipandang sebagai akibat dari tindakan-tindakan aktor rasional, terutama suatu pemerintah yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai suatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan perilaku individu yang bernalar dan terkoordinasi. Dalam analogi ini, individu itu melalui tahap-tahap intelektual, dengan menerapkan penalaran yang sungguh-sungguh berusaha menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada. Jadi di sini unit analisis model pembuatan keputusan ini adalah pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah. Dengan demikian analisis politik luar negeri harus memusatkan pikiran pada penelaahan kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa, alternatif-alternatif haluan kebijaksanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan-perhitungan untung-rugi atas masing-masing alternatif-altenatif tersebut.
b.    Model II: Poses Organisasi
Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagal hasil kerja suatu organisasi besar yang menjalankan fungsinya menurut suatu pola perilaku. Pembuatan keputusan politik luar negeri bukanlah semata-mata sebagai suatu proses rasional (intelektual) akan tetapi lebih menyerupai suatu proses mekanis. Proses mekanis itu dalam konteks pembuatan keputusan politik luar negeri dilakukan dengan cara mekanis yang merajuk kepada keputusan-keputusan yang telah dibuat di masa lalu, pada preseden, prosedur yang berlalgu, atau pada peran yang telah ditetapkan bagi unit birokrasi. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa model ini mengajukan tiga proposisi yang terdiri dari:
a.       Suatu pemerintahan terdiri atas sekumpulan organisasi-organisasi yang secara Ionggar bersekutu dalam struktur hubungan;
b.      Keputusan dan perilaku pemerintah bukan merupakan hasil dari suatu proses penetapan pi lihan secara rasional, akan tetapi sebagai output atau sebagai hasll kerja organisasl-organisasi besar yang bekerja menurut suatu pola sikap/perilaku baku;
c.       Setiap organisasi yang memiliki prosedur kerja baku serta program dan bekerja secara rutln, dan pada umumnya, akan berperilaku sama seperti perilakunya di masa lalu. lnl lah yang sering disebut sebagai proses semi-mekanlstis yang selanjutnya akan memberikan pengaruhnya terhadap keputusan yang dibuat maupun di dalam rangka implementasinya kelak.
c.    Model III: Politik Birokratis
Dalam model ini politik luar negeri dianggap sebagai suatu hasil proses intelektual yang menghubungkan tujuan-tujuan dan sarana dengan cara rasional. Politik luar negeri merupakan hasil proses interaksi, penyesuaian diri dan perpolitikan diantara berbagai aktor dan organisasi. Di sini akan memperlihatkan berbagai permainan tawar-menawar (bargaining games) diantara para pemain dalam birokrasi dan arena pol itik nasional. Atau dengan kata lain, pembuatan keputusan politik luar negeri, adalah sebuah proses sosial dan bukan merupakan proses intelektual.
Dalam jalannya proses pembuatan keputusan politik luar negeri, menurut perspektif Model ll, merupakan suatu proses mekanlstis sedangkan jikalau menurut Model Ill, proses pembuatan keputusan politik luar negeri merupakan suatu proses politik. Politik luar negeri muncul dan tumbuh berkembang dari proses normal yakni dalam bentuk tawar-menawar, kompromi, penyesuaian diri, dan sebagainya.
lnilah kira-kira yang menjadi inti proses sosial di dalam kerangka bangunan proses pembuatan kekuatan politik luar negeri. Demi memperjelas uraian ini kita akan membuat suatu analogi bahwa dalam Model I, yang paling berperan adalah ”manusia ekonomi” yang rasional; sedangkan dalam analisls Model III, yang berperan adalah proses sosialnya yakni dalam bentuk mekanisme pasar. Apa yang terjadi selanjutnya dalam Model III menggambarkan suatu proses ‘ di mana masing-masing individu berusaha untuk bertindak secara rasional (to act in a rational way). Setiap pemain, apakah ia seorang Presiden, Perdana Menteri (PM) ataupun seorang penasihat Jenderal, anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), dan lain sebagainya, akan berusaha menetapkan tuiuan/pilihan dengan meialui suatu proses intelektual.





BAB III
PENTUP
1.         Kesimpulan
Studi hubungan internasional terus mengalami perkembangan sejak era tradisional sampai era global saat ini dalam sejarah perkembangannya sehingga proses teorisasi terus mengalami perkembangannya juga, teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi sedangkan perspektif adalah cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya) atau sudut pandang, sementara banyak teori-teori yang sangat berpengaruh dalam HI yaitu: Teori Positivis, Pascapositivis, Kepemimpinan dan  pascastrukturalis. dan Tipologi pembuatan teori kebijakan luar negeri ada beberapa bagian yakni: Kebijaksanaan luar negeri yang bersifat umum, politik adalah keputusan yang bersifat administrative dan keputusan-keputusan yang bersifat krisis. Dalam pembuatan keputusan politik luar negeri sebagai pemecahan masalah  dapat dilakukan dengan cara Penetapan Situasi, Pemilihan Tujuan, Pencarian Alternatif dan Pemilihan Alternatif. model konseptual pembuatan keputusan politik luar negeri ada tiga yang pertama adalah Aktor Rasional, yang kedua Poses Organisasi dan yang ketiga Politik Birokratis.
2.         Saran
 Hubungan Internasional sangatlah penting bagi suatu negara karena tampa adanya suatu studi tentang Hubungan Internasional tidak akan membangun Hubungan Harmonis antara berbagai negara, dan itupun Semakin membangun perkembangan pemikiran-pemikiran dalam teorisasi bagi para ahli.






DAFTAR PUSTAKA
Sitepu, AP.2011. Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu, p. 50
Jackson, Robert & Sorensen, George. 2009. Hubungan Internasional : Perspektif dan Tema. Terj Dadan Suryadipura. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sitepu, P. Anthonius. 2011. Studi Hubungan Internasional,Yogyakarta. Graha Ilmu 

1 comment:

  1. Play Free Casino Games Online for Real Money - CasinoWow
    Play 바카라 사이트 Free Casino 인카지노 Games Online at CasinoWow, the best online casino site for real money and free bonuses. Play 1xbet korean Slots, Blackjack, Roulette and Video

    ReplyDelete

Cara men-Scan isi Buku menjadi Teks menggunakan Hp android tanpa harus mengetik

Assalamualaikum.....  Halo guys.. Kembali lagi saya Ahlun Nazar akan membagikan sebuah Artikel tentang cara men-scan isi buku menjad...